Rabu, 17 September 2014

Tawassul (Oleh Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawwa)

Memang banyak pemahaman saudara-saudara
kita muslimin yang perlu diluruskan tentang
tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah
dengan perantara amal shalih, orang shalih,
malaikat, atau orang-orang mukmin. Tawassul
merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah
ditentang oleh Rasul saw, tak pula oleh Ijma
Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin,
dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar
Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau
dengan perantara, dan tak ada yang
menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau
bahkan memusyrikkan orang yang
mengamalkannya.
Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 19-20
ini, dengan munculnya sekte sesat yang
memusyrikkan orang-orang yang bertawassul,
padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw,
sebagaimana hadits shahih dibawah ini : Wahai
Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu,
demi orang-orang yang bersemangat menuju
(keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini
kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar
dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat
membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena
Riya atau sumah.. hingga akhir hadits. (HR Imam
Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem,
Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni,
Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih). Hadits
ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh
muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.
Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini,
bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul
kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah,
lalu kepada orang-orang yang bersemangat
kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul
kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku
ini kepada keridhoan Mu).
Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang
ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh
ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum
matannya, betapa jenius dan briliannya mereka
ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka
tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits
pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai
hukum sanad dan hukum matannya. Lalu hadits
diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits..,
apakah kiranya kita masih memilih pendapat
madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20
ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap
muhaddits padahal tak satupun dari mereka
mencapai kategori Muhaddits , dan kategori
ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka
bukanlah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-
orang yang beramal dengan landasan hadits
shahih.
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil
tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana
hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu’aim,
Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa
ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari
Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu
disebutkan Rasul saw rebah/bersandar
dikuburnya dan berdoa : Allah Yang
Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha
Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku
Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya
(pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya
kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi
sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih
dari semua pemilik sifat kasih sayang.”, jelas
sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw
bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang
telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw
(Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin
Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada
Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul
dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami
hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman
beliau (saw) yang melihat beliau (saw), maka
turunkanlah hujan..?. maka hujanpun turun.
(Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang
sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508).
Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat
tak menentangnya, demikian pula para Imam-
Imam besar itu tak satupun mengharamkannya,
apalagi mengatakan musyrik bagi yang
mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat
ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul,
padahal Rasul saw sendiri berrtawassul. Apakah
mereka memusyrikkan Rasul saw?, dan Sayyidina
Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka
memusyrikkan Umar ?, Naudzubillah dari
pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang
mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada
orang yang masih hidup, maka entah darimana
pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu,
dan mereka mengatakan bahwa orang yang sudah
mati tak akan dapat memberi manfaat lagi..,
pendapat yang jelas-jelas datang dari
pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran
yang sangat buta terhadap kesucian tauhid..
Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu
makhlukpun dapat memberi manfaat dan
mudharrat terkecuali dengan izin Allah, lalu
mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa
memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu
dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka?
Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang
mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin
Allah.., yang hidup tak akan mampu berbuat
terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun
bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki
Allah. karena penafian kekuasaan Allah atas
orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta
kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi
berperantara kepada keshalihan seseorang, atau
kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali
bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah,
yang telah memilih orang tersebut hingga ia
menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan
Kudrat ilahi atau membatasi kemampuan Allah,
karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka
kepada Allah tetap abadi walau mereka telah
wafat.
Contoh lebih mudah, anda ingin melamar
pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi
seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang
tetangga anda yang telah wafat adalah abdi
setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu
anda saat melamar pekerjaan atau mungkin
mengemis pada saudagar itu, anda berkata :
“Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran
saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga
dekat fulan, nah.. bukankah ini mengambil
manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana
dengan pandangan bodoh yang mengatakan
orang mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-
jelas saudagar akan sangat menghormati atau
menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi
anda uang lebih, karena anda menyebut nama
orang yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi
kecintaan si saudagar akan terus selama
saudagar itu masih hidup?, pun seandainya ia tak
memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan
lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahmaan
Arrhiim, Yang Maha Pemurah dan Maha
Menyantuni?? dan tetangga anda yang telah
wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu
menahu tentang lamaran anda pada si saudagar,
Namun anda mendapat manfaat besar dari orang
yang telah wafat.
aduh…aduh… entah apa yang membuat pemikiran
mereka sempit hingga tak mampu mengambil
permisalan mudah seperti ini. Firman Allah :
“Mereka itu tuli, bisu dan buta dan tak mau
kembali pada kebenaran” (QS Albaqarah-18).
Wahai Allah beri hidayah pada kaumku, sungguh
mereka tak mengetahui.
wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar