Selasa, 23 September 2014

HUJAN RINDU YANG TAK TERBENDUNG LAGI (Kisah Cinta dan Rindu Bilal bin Rabah)

Langit Madinah kala itu mendung…Bukan mendung biasa, tetapi mendung yang kental dengan kesuraman dan kesedihan. Seluruh manusia bersedih, burung-burung enggan berkicau, daun dan mayang kurma enggan melambai, angin enggan berhembus, bahkan matahari enggan nampak. Seakan-akan seluruh alam menangis, kehilangan sosok manusia yang diutus sebagai rahmat sekalian alam. Di salah satu sudut Masjid Nabawi, sesosok pria yang legam kulitnya menangis tanpa bisa menahan tangisnya.Waktu shalat telah tiba. Bilal bin Rabah, pria legam itu, beranjak menunaikan tugasnya yang biasa: mengumandangkan adzan. Allahu Akbar, Allahu Akbar. Suara beningnya yang indah nan lantang terdengar di seantero Madinah. Penduduk Madinah beranjak menuju masjid. Masih dalam kesedihan, sadar bahwa pria yang selama ini mengimami mereka tak akan pernah muncul lagi dari biliknya di sisi masjid. Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha ilallah. Suara bening itu kini bergetar. Penduduk Madinah bertanya-tanya, ada apa gerangan. Jamaah yang sudah berkumpul di masjid melihat tangan pria legam itu bergetar tak beraturan. Asy…hadu.. an..na.. M..Mu..mu..hammmad. .. Suara bening itu tak lagi terdengar jelas. Kini tak hanya tangan Bilal yang bergetar hebat, seluruh tubuhnya gemetar tak beraturan, seakan-akan ia tak sanggup berdiri dan bisa roboh kapanpun juga. Wajahnya sembab. Air matanya mengalir deras, tidak terkontrol. Air matanya membasahi seluruh kelopak, pipi, dagu, hingga jenggot. Tanah tempat ia berdiri kini dipenuhi oleh bercak-bercak bekas air matanya yang jatuh ke bumi. Seperti tanah yang habis di siram rintik-rintik air hujan. Ia mencoba mengulang kalimat adzannya yang terputukalimat dari dua kalimat syahadat. Kalimat persaksian bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul ALLAH. Asy…ha..du. .annna… Kali ini ia tak bisa meneruskan lebih jauh. Tubuhnya mulai limbung. Sahabat yang tanggap menghampirinya, memeluknya dan meneruskan adzan yang terpotong. Saat itu tak hanya Bilal yang menangis, tapi seluruh jamaah yang berkumpul di Masjid Nabawi, bahkan yang tidak berada di masjid ikut menangis. Mereka semua merasakan kepedihan ditinggal Kekasih ALLAH untuk selama-lamanya. Semua menangis, tapi tidak seperti Bilal. Tangis Bilal lebih deras dari semua penduduk Madinah. Tak ada yang tahu persis kenapa Bilal seperti itu, tapi Abu Bakar ash-Shiddiq ra. tahu. Ia pun membebastugaskan Bilal dari tugas mengumandangkan adzan. Saat mengumandangkan adzan, tiba-tiba kenangannya bersama Rasulullah SAW berkelabat tanpa ia bisa membendungnya. Ia teringat bagaimana Rasulullah SAW memuliakannya di saat ia selalu terhina, hanya karena ia budak dari Afrika. Ia teringat bagaimana Rasulullah AW menjodohkannya. Saat itu Rasulullah meyakinkan keluarga mempelai wanita dengan berkata, “Bilal adalah pasangan dari surga, nikahkanlah saudari perempuanmu dengannya.” Pria legam itu terenyuh mendengar sanjungan Sang Nabi akan dirinya, seorang pria berkulit hitam, tidak tampan, dan mantan budak. Kenangan-kenangan akan sikap Rasul yang begitu lembut pada dirinya berkejar-kejaran saat ia mengumandangkan adzan. Ingatan akan sabda Rasul, “Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.” lalu ia pun beranjak adzan, muncul begitu saja tanpa ia bisa dibendung. Kini tak ada lagi suara lembut yang meminta istirahat dengan shalat. Bilal pun teringat bahwa ia biasanya pergi menuju bilik Nabi yang berdampingan dengan Masjid Nabawi setiap mendekati waktu shalat. Di depan pintu bilik Rasul, Bilal berkata, “Saatnya untuk shalat, saatnya untuk meraih kemenangan. Wahai Rasulullah, saatnya untuk shalat.” Kini tak ada lagi pria mulia di balik bilik itu yang akan keluar dengan wajah yang ramah dan penuh rasa terima kasih karena udah diingatkan akan waktu shalat. Bilal teringat, saat shalat ‘Ied dan shalat Istisqa’ ia selalu berjalan di depan Rasulullah dengan tombak di tangan menuju tempat diselenggarakan shalat. Salah satu dari tiga tombak pemberian Raja Habasyah kepada Rasulullah SAW. Satu diberikan Rasul kepada Umar bin Khattab ra., satu untuk dirinya sendiri, dan satu ia berikan kepada Bilal. Kini hanya tombak itu saja yang masih ada, tanpa diiringi pria mulia yang memberikannya tombak tersebut. Hati Bilal makin perih. Seluruh kenangan itu bertumpuk-tumpuk, membuncah bercampur dengan rasa rindu dan cinta yang sangat pada diri Bilal. Bilal sudah tidak tahan lagi. Ia tidak sanggup lagi untuk mengumandangkan adzan. Abu Bakar tahu akan perasaan Bilal. Saat Bilal meminta izin untuk tidak mengumandankan adzan lagi, beliau mengizinkannya. Saat Bilal meminta izin untuk meninggalkan Madinah, Abu Bakar kembali mengizinkan. Bagi Bilal, setiap sudut kota Madinah akan selalu membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan semakin membuat dirinya merana karena rindu. Ia memutuskan meninggalkan kota itu. Ia pergi ke Damaskus bergabung dengan mujahidin di sana. Madinah semakin berduka. Setelah ditinggal al-Musthafa, kini mereka ditinggal pria legam mantan budak tetapi memiliki hati secemerlang cermin. Jazirah Arab kembali berduka. Kini sahabat terdekat Muhammad SAW, khalifah pertama, menyusulnya ke pangkuan Ilahi. Pria yang bergelar Al-Furqan menjadi penggantinya. Umat Muslim menaruh harapan yang besar kepadanya. Umar bin Khattab berangkat ke Damaskus, Syria. Tujuannya hanya satu, menemui Bilal dan membujuknya untuk mengumandangkan adzan kembali. Setelah dua tahun yang melelahkan; berperang melawan pembangkang zakat, berperang dengan mereka yang mengaku Nabi, dan berupaya menjaga keutuhan umat; Umar berupaya menyatukan umat dan menyemangati mereka yang mulai lelah akan pertikaian. Umar berupaya mengumpulkan semua muslim ke masjid untuk bersama-sama merengkuh kekuatan dari Yang Maha Kuat. Sekaligus kembali menguatkan cinta mereka kepada Rasul-Nya. Umar membujuk Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan. Bilal menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah kedua tersebut mudah menyerah. Ia kembali membujuk dan membujuk. “Hanya sekali”, bujuk Umar. “Ini semua untuk umat. Umat yang dicintai Rosululloh, umat yang dipanggil Rosululloh saat sakaratul mautnya. Begitu besar cintamu kepada Rosululloh, maka tidakkah engkau cinta pada umat yang dicintai Rosululloh?” Bilal tersentuh. Ia menyetujui untuk kembali mengumandangkan adzan. Hanya sekali, saat waktu Subuh..Hari saat Bilal akan mengumandangkan adzan pun tiba. Berita tersebut sudah tersiar ke seantero negeri. Ratusan hingga ribuan kaum muslimin memadati masjid demi mendengar kembali suara bening yang legendaris itu. Allahu Akbar, Allahu Akbar Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha illallah Asyhadu anna Muhammadarrasululla h Sampai di sini Bilal berhasil menguatkan dirinya. Kumandang adzan kali itu beresonansi dengan kerinduan Bilal akan Sang Rasul, menghasilkan senandung yang indah lebih indah dari karya maestro komposer ternama masa modern mana pun jua. Kumandang adzan itu begitu menyentuh hati, merasuk ke dalam jiwa, dan membetot urat kerinduan akan Sang Rasul. Seluruh yang hadir dan mendengarnya menangis secara spontan. Asyhadu anna Muhammadarrasululla h Kini getaran resonansinya semakin kuat. Menghanyutkan Bilal dan para jamaah di kolam rindu yang tak berujung. Tangis rindu semakin menjadi-jadi. Bumi Arab kala itu kembali basah akan air mata. Hayya ‘alash-shalah, hayya ‘alash-shalah Tak ada yang tak mendengar seruan itu kecuali ia berangkat menuju masjid. Hayya `alal-falah, hayya `alal-falah Seruan akan kebangkitan dan harapan berkumandang. Optimisme dan harapan kaum muslimin meningkat dan membuncah. Allahu Akbar, Allahu Akbar Allah-lah yang Maha Besar, Maha Perkasa dan Maha Berkehendak. Masihkah kau takut kepada selain-Nya? Masihkah kau berani menenetang perintah-Nya? La ilaha illallah Tiada tuhan selain ALLAH. Tahun 20 Hijriah. Bilal terbaring lemah di tempat tidurnya. Usianya saat itu 70 tahun. Sang istri di sampingnya tak bisa menahan kesedihannya. Ia menangis, menangis dan menangis. Sadar bahwa sang suami tercinta akan segera menemui Rabbnya. “Jangan menangis,” katanya kepada istri. “Sebentar lagi aku akan menemui Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatku yang lain. Jika ALLAH mengizinkan, aku akan bertemu kembali dengan mereka esok hari.” Esoknya ia benar-benar sudah dipanggil ke hadapan Rabbnya. Pria yang suara langkah terompahnya terdengar sampai surga saat ia masih hidup, Pria yang suara dan kumandang adzannya membuat para malaikat sujud dan membuat arasy berguncang kini berada dalam kebahagiaan yang amat sangat. Ia bisa kembali bertemu dengan sosok yang selama ini ia rindukan. Ia bisa kembali menemani Rasulullah, seperti sebelumnya saat masih di dunia…. yaaaa Allah sampaikan iman dan rasa cinta bilal di dalam hati kami… sampaikan.. sampaikan wahai Allah…

Senin, 22 September 2014

Kisah Warisan KAOS KAKI SOBEK

Al-Kisah seorang kaya raya sedang sakit parah, menjelang ajal menjemput dikumpulkanlah anak-anak tercintanya. Beliau berwasiat: Anak-anaku, Jika ayah sudah dipanggil Allah Yang Maha Kuasa, ada permintaan ayah kepada kalian, tolong dipakaikan kaos kaki kesayangan ayah, walaupun kaos kaki itu sudah robek, ayah ingin pake barang kesayangan semasa bekerja di kantor ayah dan minta kenangan kaos kaki itu dipake bila ayah dikubur nanti. Singkat cerita Akhirnya sang Ayah meninggal dunia. Saat mengurus Jenazah dan saat mengkafani, anak2nya minta ke pak modin untuk memakaikan kaus kaki yg robek itu sesuai wasiat ayahnya. Akan tetapi pak modin menolaknya: "Maaf secara syariat hanya kain putih kafan saja yang diperbolehkan dipakaikan kepada mayat". Terjadi diskusi panas antara anak² yg ingin memakaikan kaos kaki robek dan pak modin yg juga ustad yg melarangnya. Karena tidak ada titik temu dipanggilah penasihat keluarga sekaligus notaris. Beliau menyampaikan: "Sebelum meninggal bapak menitipkan surat wasiat, ayo kita buka ber-sama2 siapa tahu ada petunjuk. Maka dibukalah surat wasiat alm si Kaya untuk anak²nya yg di titipkan kepada Notaris tersebut. Ini bunyinya: Anak-anaku pasti sekarang kalian sedang bingung, karena dilarang memakaikan kaus kaki robek kepada mayat ayah, Lihatlah anak²ku padahal harta ayah berbilang milyaran, uang banyak, beberapa mobil mewah, tanah rumah dibeberapa tempat! Tetapi tidak ada artinya ketika ayah sudah mati. Bahkan kaus kaki robek saja tidak boleh dibawa mati. Begitu tidak berartinya dunia, kecuali amal ibadah kita, sedekah kita yg ikhlas. Anak2ku inilah yg ingin ayah sampaikan agar kalian tidak tertipu dg dunia yg sementara. Salam sayang dari Ayah yang ingin kalian menjadikan dunia sebagai jalan menuju Allah Swt. Semoga bermanfaat :) Sumber : FP Persatuan Pemuda Pemudi Majelis Rasulullah

KISAH RASULULLAH SAW DAN MALAIKAT PENGHITUNG TETESAN AIR HUJAN

Diriwayatkan bahwa Rasulullah sollallahu’alayhi wasallam bersabda, “Disaat aku tiba di langit di malam Isra’ Miraj, aku melihat satu malaikat memiliki 1000 tangan, di setiap tangan ada 1000 jari. Aku melihatnya menghitung jarinya satu persatu. Aku bertanya kepada Jibril as,pendampingku: ‘Siapa gerangan malaikat itu,dan apa tugasnya?.’ Jibril berkata, Sesungguhnya dia adalah malaikat yang diberi tugas untuk menghitung tetesan air hujan yang turun dari langit ke bumi. ’Rasulallah saw bertanya kepada malaikat tadi, ‘Apakah kamu tahu berapa bilangan tetesan air hujan yang turun dari langit ke bumi sejak diciptakan Adam as?.’ Malaikat itupun berkata, ‘Wahai Rasulallah saw, demi yang telah mengutusmu dengan hak (kebenaran), sesungguhnya aku mengetahui semua jumlah tetesan air hujan yang turun dari langit ke bumi dari mulai diciptakan Adam as sampaisekarang ini, begitu pula aku mengetahui jumlah tetetas yang turun ke laut, ke darat, ke hutan rimba, ke gunung-gunung, ke lembah-lembah, ke sungai-sungai, ke sawah-sawah dan ke tempat yang tidak diketahui manusia.’ Mendengar uraian malaikat tadi, Rasuluallah saw sangat takjub dan bangga atas kecerdasannya dalam menghitung tetesan air hujan. Kemudian malaikat tadi berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulallah saw, walaupun aku memiliki seribu tangan dan sejuta jari dan diberikan kepandaian dan keulungan untuk menghitung tetesan air hujan yang yang turun dari langit ke bumi, tapi aku memiliki kekurangan dan kelemahan. ’ Rasulallah saw pun bertanya, ‘Apa kekurangan dan kelemahan kamu?. ’ Malaikat itupun menjawab, ‘KEKURANGAN DAN KELEMAHANKU, WAHAI RASULALLAH, JIKA UMATMU BERKUMPUL DI SATU TEMPAT, MEREKA MENYEBUT NAMAMU LALU BERSHALAWAT ATASMU, PADA SAAT ITU AKU TIDAK BISA MENGHITUNG BERAPA BANYAKNYA PAHALA YANG DIBERIKAN ALLAH KEPADA MEREKA ATAS SHALAWAT YANG MEREKA UCAPKAN ATAS DIRIMU.. —- “Allahuma shalli a’la sayyidina Muhammadin wa a’la alihi wa shahbihi wa sallim. (Al-Mustadrak Syeikh An-Nuri, jilid 5: 355, hadis ke72)

Tiada yang Lebih Beruntung dari Para Pecinta Sayyidina Muhammad Saw

Rasulullah Shollallahu ’alayhi wasallam itu,, kalau mau,, berdoa untuk kecelakan kafir Quraisy,, sekali beliau mengangkat tangannya maka akan terpendam seluruh kafir Quraisy kedalam bumi dalam sekejap. (MASYA ALLAH) Nabiyullah Nuh Alaihissalam telah berdoa sebagaimana dalam firman Allah: ” Nuh berkata: “Ya Rabbku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi” (QS. Nuh: 26 ) Maka Allah menjawab doa itu, Allah turunkan hujan sebanyak-banyaknya dan memerintahkan bumi untuk memuntahkan air sebanyak-banyaknya, dan tidak satu pun daratan yang tersisa di muka bumi, kecuali perahu nabiyullah Nuh Alaihissalam.Saudaraku yang dimuliakan Allah… Nabi Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Pemimpin para Nabi dan Rasul,, tetapi ketika beliau dilempari kotoran onta beliau hanya diam saja dan tidak bergeming dari sujudnya, sampai putrinya sayyidah Fathimah Az Zahra’ berlari menangis dan berkata: “wahai para tetangga, janganlah kalian berlaku demikian, tidaklah sepantasnya kalian melempari punggung ayahku dengan kotoran onta di saat beliau bersusujud di depan ka’bah”, maka ketika itu Rasulullah bangkit dan menenangkan putrinya dan berkata: “wahai putriku tenanglah,, akan datang suatu waktu dimana ajaran ayahmu masuk ke semua rumah penduduk dunia ini, di barat dan timur”, demikian indahnya budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallamRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa salah satu kelompok yang dinaungi oleh Allah disaat tidak ada naungan kecuali naungan ALLAH adalah orang yang ketika mengingat Allah mengalirlah air matanya. Orang yang ketika mengingat dan menyebut nama Allah,, merasa risau Allah akan menjauhinya, merasa risau Allah akan memutus cintanya, merasa risau Allah akan kecewa kepadanya, merasa risau jika Allah tidak ingin dekat dengannya, merasa risau tidak dicintai Allah, ia selalu berharap diampuni oleh Allah, berharap dicintai Allah, berharap dipermudah oleh Allah, berharap diperindah oleh Allah, berharap dipersuci oleh Allah, diperluhur oleh Allah, dimuliakan oleh Allah, selalu penuh harapan dan kerisauan,, harapan untuk selalu dekat dengan Allah dan risau akan jauh dari Allah, harapan untuk dicintai dan diridhai oleh Allah dan risau akan dimurkaiNya, jiwa yang seperti inilah yang merupakan jiwa yang agung di sisi Allah, dimuliakan Allah.Sungguh Allah tidak memandang terhadap bentuk kita, tetapi memandang sanubari kita. Maka jadikan sanubari aku dan kalian sebagai berlian Ilahi, yang berpijar dengan cahaya ALLAH, dan kita tidak akan bisa mencapainya kecuali dengan tuntunan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,, kecuali dengan Cinta kepada SAYYIDINA MUHAMMAD shollallahu’alayhi wasallam… CINTA ALLAH berpijar pada gerak gerik, tuntunan dan kalimat Sayyidina Muhammad shollallahu’alayhi wa sallam… maka beruntunglah… dan tiada yang lebih beruntung dari Para pecinta Sayyidina Muhammad shollallahu ‘alayhhi wa sallam… www.majelisrasulullah.org

Pemuda yang Dicintai Rasulullah Saw

Pernah satu kali Sayyidina Abdurrahman bin Auf, sahabat Rasulullah Saw dalam satu peperangan,, tatkala beliau sedang didalam barisan beliau menengok ke sebelah kanan didapati semua banyak anak–anak muda, beliau menengok ke sebelah kiri rata–rata yang ada anak–anak muda. Maka tiba – tiba sedang asyiknya sudah siap menghadapi musuh, tiba – tiba ada sikutan dari samping kanannya Sayyidina Abdurrahman bin Auf, ada yang nyolek Sayyidina Abdurrahman bin Auf maka Sayyidina Abdurrahman bin Auf menoleh ke sebelah kanannya. Ini ada anak kecil belum begitu besar, umurnya belasan tahun, “apa yang kau mau, apa yang kau inginkan wahai anak muda?” anak itu berkata “wahai Abdurrahman tunjukkan padaku mana yang namanya Abu Jahal?”   ini anak muda ikut perang mau mencari mana yang namanya Abu Jahal. “untuk apa kau mencari Abu Jahal”, kata Sayyidina Abdurrahman bin Auf. Anak itu menjawab “telah sampai kepadaku kabar bahwasanya Abu Jahal itu yang selalu menyakiti Rasulullah Saw. Waktu di kota Makkah, belum hijrah ke Madinah sampai kabar kepadaku bahwasanya Abu Jahal ini orang yang selalu menyakiti Rasulullah saw, orang yang selalu mengganggu Rasulullah saw, maka tolong kau beritahu padaku ya Abdurrahman mana itu Abu Jahal, aku ingin membunuhnya?”. Belum selesai anak ini berbicara ada colekan lagi dari sebelah kiri “ada apa ini?” Sayyidina Abdurrahman menoleh anak muda juga, pertanyaannya sama dengan yang sebelah kanan. Sayyidina Abdurrahman bin Auf berkata “untuk apa kau mencari – cari Abu Jahal”, berkata sang anak “telah sampai kepadaku bahwasanya Abu Jahal ini adalah musuh Allah yang banyak menggoda dan mengganggu Rasulullah Saw di Makkah”. Maka Sayyidina Abdurrahman bin Auf melihat semangat dari si anak muda ini, tidak lama kemudian Sayyidina Abdurrahman bin Auf melihat itu yang namanya Abu Jahal dikelilingi oleh para musuh – musuh yang lain. Panah disebelah kirinya dan disebelah kanannya Abu Jahal, maka tatkala Sayyidina Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada yang di sebelah kanannya “hai anak muda itulah yang namanya Abu Jahal”. Belum sempat memberi saran, memberi petunjuk “hai hati – hati Abu Jahal orang jahat”, belum sempat mengatakan itu langsung anak muda itu tanpa tawar – menawar langsung terjun dihadapinya itu Abu Jahal, ia lemparkan tombaknya ke dada Abu Jahal. Si anak sebelah kiri bertanya “mana itu Abu Jahal?” Sayyidina Abdurrahman berkata “itu”. Langsung si anak terjun menghadapi Abu Jahal, ia senang ingin membunuh Abu Jahal karena kebenciannya kepada Abu Jahal karena Abu Jahal sering menyakiti Rasulullah Saw. Kaum pemuda dimasa Nabi Muhammad Saw, mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi Nabi Muhammad Saw. Mereka para pemuda – pemuda yang sangat dicintai oleh Rasulullah Saw., Allahumma sholli wasallim wabaarik ‘alayh sumber: Majelis Rasulullah saw

Sesuatu yang memiliki Hubungan Dengan Orang Soleh ada Nilainya Dimata Allah Swt

Kisah Dari Guru Mulia Habib Umar bin Hafidz: --Sesuatu yang memiliki Hubungan Dengan Orang Soleh ada Nilainya Dimata Allah-- Suatu cerita tentang seseorang yang tinggal pada jaman Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani. Orang tersebut terdengar berteriakan setelah ia dikubur. Orang-orang mendengarnya berteriak dari siksaan kubur dan mereka dapat mendengarnya dari jauh. Para sahabat Syeikh Abdul Qadir Jaelani bercerita kepada beliau, sehingga beliau lalu pergi menuju kubur tersebut. Orang-orang meminta kepada beliau agar dapat mendoakannya sehingga Allah mengangkat hukumannya. Syeikh Abdul Qadir Jaelani bertanya kepada mereka, “Apakah ia adalah salah satu sahabat kita?” Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi, “Pernahkah kalian melihatnya hadir pada salah satu majlis kita?” Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi, “Pernahkah ia masuk ke salah satu masjid kita dengan tujuan untuk mendengarkan ceramah-ceramah kita atau sembahyang bersama kita?” Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi, “Pernahkah kita melihatnya?” Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi, “Apakah ia pernah melihat kita?” Mereka menjawab tidak. Lalu salah seorang dari mereka berkata, “Tetapi, wahai guru, saya pernah sekali melihatnya berjalan di suatu jalan setelah engkau dan para sahabatmu baru saja selesai dari majlis dan ia melihat jejak jalanmu.” Lalu Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani menengadah kepada Allah dan berkata, “Ya Allah, orang ini adalah orang yang pernah melihat debu jejak jalan kami setelah kami selesai majlis. Jika Engkau mencintai kami Ya Allah, kami memohon kepadaMu berkat kecintaanMu itu untuk mengangkat hukuman dan siksaan pada hamba ini.” Pada saat itu juga, teriakan (dari kubur) itu berhenti. سُبْحَانَ اللَّهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ ۈسَلّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُـــحَـمَّــدْ وَ عَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُـــحَـمَّــد ..ْ Sobat fillah mari kita ikut membagikan/tandai/ikuti majelis-majelis ilmu atau artikel da'wah semacam ini dengan niat menyambung tali da'wah Rasulullah saw, Habib munzir berkata bahwa: berda'wah di akhir zaman (sa'at ini) pahalanya sangat tinggi dan kelak akan dimasukan oleh Allah swt kedalam satu golongan khusus ya'itu golongan penyambung lidah da'wah Rasulullah saw...

Minggu, 21 September 2014

Do’a Sayyidina Muhammad Saw dalam Perang Badar & Nama-Nama 313 Pejuang Ahlu Badr

Al Habib Munzir Bin Fu’ad Al Musawa beliau menyampaikan Do’a Sayyidina Muhammad Shollallahu ‘Alayhi Wasallam dalam Peristiwa Perang Badr. “Ya Allah Ya Tuhanku” “Ini 313 orang jiwa yang suci ini sedang berperang untuk melawan yang menganggu Agama-Mu (Islam). Jika orang yang 313 ini dibantai habis oleh kaum kafir quraisy mungkin tidak akan ada yang menyembah-Mu Ya Rabb.” Dan Allah SWT pun tidak mau lihat kekasihNya bersedih. pada akhirnya Allah SWT pun menurunkan 5.000 pasukan Malaikat AS, dalam peperangan badar tersebut dan yang memakai sorban putih dari pemimpin pasukan para Malaikat itu adalah Sahabat Mulia Sang Nabi SAW yaitu Sayyidina  Malaikat Jibril ‘Alaihi ‘Salam. Akhirnya pasukan 313 yang dipimpin oleh Sang Nabi SAW memenangkan peperangan Mulia tersebut. Adapun Nama-Nama Para Pejuang AHLUL BADR 313 adalah Sebagai berikut : 1. Sayyiduna Muhammad Rasulullah s.a.w. 2. Abu Bakar as-Shiddiq r.a. 3. Umar bin al-Khattab r.a. 4. Utsman bin Affan r.a. 5. Ali bin Abu Tholib r.a. 6. Talhah bin ‘Ubaidillah r.a. 7. Bilal bin Rabbah r.a. 8. Hamzah bin Abdul Muttolib r.a. 9. Abdullah bin Jahsyi r.a. 10. Al-Zubair bin al-Awwam r.a. 11. Mus’ab bin Umair bin Hasyim r.a. 12. Abdur Rahman bin ‘Auf r.a. 13. Abdullah bin Mas’ud r.a. 14. Sa’ad bin Abi Waqqas r.a. 15. Abu Kabsyah al-Faris r.a. 16. Anasah al-Habsyi r.a. 17. Zaid bin Harithah al-Kalbi r.a. 18. Marthad bin Abi Marthad al-Ghanawi r.a. 19. Abu Marthad al-Ghanawi r.a. 20. Al-Husain bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a. 21. ‘Ubaidah bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a. 22. Al-Tufail bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a. 23. Mistah bin Usasah bin ‘Ubbad bin Abdul Muttolib r.a. 24. Abu Huzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah r.a. 25. Subaih (maula Abi ‘Asi bin Umaiyyah) r.a. 26. Salim (maula Abu Huzaifah) r.a. 27. Sinan bin Muhsin r.a. 28. ‘Ukasyah bin Muhsin r.a. 29. Sinan bin Abi Sinan r.a. 30. Abu Sinan bin Muhsin r.a. 31. Syuja’ bin Wahab r.a. 32. ‘Utbah bin Wahab r.a. 33. Yazid bin Ruqais r.a. 34. Muhriz bin Nadhlah r.a. 35. Rabi’ah bin Aksam r.a. 36. Thaqfu bin Amir r.a. 37. Malik bin Amir r.a. 38. Mudlij bin Amir r.a. 39. Abu Makhsyi Suwaid bin Makhsyi al-To’i r.a. 40. ‘Utbah bin Ghazwan r.a. 41. Khabbab (maula ‘Utbah bin Ghazwan) r.a. 42. Hathib bin Abi Balta’ah al-Lakhmi r.a. 43. Sa’ad al-Kalbi (maula Hathib) r.a. 44. Suwaibit bin Sa’ad bin Harmalah r.a. 45. Umair bin Abi Waqqas r.a. 46. Al-Miqdad bin ‘Amru r.a. 47. Mas’ud bin Rabi’ah r.a. 48. Zus Syimalain Amru bin Amru r.a. 49. Khabbab bin al-Arat al-Tamimi r.a. 50. Amir bin Fuhairah r.a. 51. Suhaib bin Sinan r.a. 52. Abu Salamah bin Abdul Asad r.a. 53. Syammas bin Uthman r.a. 54. Al-Arqam bin Abi al-Arqam r.a. 55. Ammar bin Yasir r.a. 56. Mu’attib bin ‘Auf al-Khuza’i r.a. 57. Zaid bin al-Khattab r.a. 58. Amru bin Suraqah r.a. 59. Abdullah bin Suraqah r.a. 60. Sa’id bin Zaid bin Amru r.a. 61. Mihja bin Akk (maula Umar bin al-Khattab) r.a. 62. Waqid bin Abdullah al-Tamimi r.a. 63. Khauli bin Abi Khauli al-Ijli r.a. 64. Malik bin Abi Khauli al-Ijli r.a. 65. Amir bin Rabi’ah r.a. 66. Amir bin al-Bukair r.a. 67. Aqil bin al-Bukair r.a. 68. Khalid bin al-Bukair r.a. 69. Iyas bin al-Bukair r.a. 70. Uthman bin Maz’un r.a. 71. Qudamah bin Maz’un r.a. 72. Abdullah bin Maz’un r.a. 73. Al-Saib bin Uthman bin Maz’un r.a. 74. Ma’mar bin al-Harith r.a. 75. Khunais bin Huzafah r.a. 76. Abu Sabrah bin Abi Ruhm r.a. 77. Abdullah bin Makhramah r.a. 78. Abdullah bin Suhail bin Amru r.a. 79. Wahab bin Sa’ad bin Abi Sarah r.a. 80. Hatib bin Amru r.a. 81. Umair bin Auf r.a. 82. Sa’ad bin Khaulah r.a. 83. Abu Ubaidah Amir al-Jarah r.a. 84. Amru bin al-Harith r.a. 85. Suhail bin Wahab bin Rabi’ah r.a. 86. Safwan bin Wahab r.a. 87. Amru bin Abi Sarah bin Rabi’ah r.a. 88. Sa’ad bin Muaz r.a. 89. Amru bin Muaz r.a. 90. Al-Harith bin Aus r.a. 91. Al-Harith bin Anas r.a. 92. Sa’ad bin Zaid bin Malik r.a. 93. Salamah bin Salamah bin Waqsyi r.a. 94. ‘Ubbad bin Waqsyi r.a. 95. Salamah bin Thabit bin Waqsyi r.a. 96. Rafi’ bin Yazid bin Kurz r.a. 97. Al-Harith bin Khazamah bin ‘Adi r.a. 98. Muhammad bin Maslamah al-Khazraj r.a. 99. Salamah bin Aslam bin Harisy r.a. 100. Abul Haitham bin al-Tayyihan r.a. 101. ‘Ubaid bin Tayyihan r.a. 102. Abdullah bin Sahl r.a. 103. Qatadah bin Nu’man bin Zaid r.a. 104. Ubaid bin Aus r.a. 105. Nasr bin al-Harith bin ‘Abd r.a. 106. Mu’attib bin ‘Ubaid r.a. 107. Abdullah bin Tariq al-Ba’lawi r.a. 108. Mas’ud bin Sa’ad r.a. 109. Abu Absi Jabr bin Amru r.a. 110. Abu Burdah Hani’ bin Niyyar al-Ba’lawi r.a. 111. Asim bin Thabit bin Abi al-Aqlah r.a. 112. Mu’attib bin Qusyair bin Mulail r.a. 113. Abu Mulail bin al-Az’ar bin Zaid r.a. 114. Umair bin Mab’ad bin al-Az’ar r.a. 115. Sahl bin Hunaif bin Wahib r.a. 116. Abu Lubabah Basyir bin Abdul Munzir r.a. 117. Mubasyir bin Abdul Munzir r.a. 118. Rifa’ah bin Abdul Munzir r.a. 119. Sa’ad bin ‘Ubaid bin al-Nu’man r.a. 120. ‘Uwaim bin Sa’dah bin ‘Aisy r.a. 121. Rafi’ bin Anjadah r.a. 122. ‘Ubaidah bin Abi ‘Ubaid r.a. 123. Tha’labah bin Hatib r.a. 124. Unais bin Qatadah bin Rabi’ah r.a. 125. Ma’ni bin Adi al-Ba’lawi r.a. 126. Thabit bin Akhram al-Ba’lawi r.a. 127. Zaid bin Aslam bin Tha’labah al-Ba’lawi r.a. 128. Rib’ie bin Rafi’ al-Ba’lawi r.a. 129. Asim bin Adi al-Ba’lawi r.a. 130. Jubr bin ‘Atik r.a. 131. Malik bin Numailah al-Muzani r.a. 132. Al-Nu’man bin ‘Asr al-Ba’lawi r.a. 133. Abdullah bin Jubair r.a. 134. Asim bin Qais bin Thabit r.a. 135. Abu Dhayyah bin Thabit bin al-Nu’man r.a. 136. Abu Hayyah bin Thabit bin al-Nu’man r.a. 137. Salim bin Amir bin Thabit r.a. 138. Al-Harith bin al-Nu’man bin Umayyah r.a. 139. Khawwat bin Jubair bin al-Nu’man r.a. 140. Al-Munzir bin Muhammad bin ‘Uqbah r.a. 141. Abu ‘Uqail bin Abdullah bin Tha’labah r.a. 142. Sa’ad bin Khaithamah r.a. 143. Munzir bin Qudamah bin Arfajah r.a. 144. Tamim (maula Sa’ad bin Khaithamah) r.a. 145. Al-Harith bin Arfajah r.a. 146. Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair r.a. 147. Sa’ad bin al-Rabi’ bin Amru r.a. 148. Abdullah bin Rawahah r.a. 149. Khallad bin Suwaid bin Tha’labah r.a. 150. Basyir bin Sa’ad bin Tha’labah r.a. 151. Sima’ bin Sa’ad bin Tha’labah r.a. 152. Subai bin Qais bin ‘Isyah r.a. 153. ‘Ubbad bin Qais bin ‘Isyah r.a. 154. Abdullah bin Abbas r.a. 155. Yazid bin al-Harith bin Qais r.a. 156. Khubaib bin Isaf bin ‘Atabah r.a. 157. Abdullah bin Zaid bin Tha’labah r.a. 158. Huraith bin Zaid bin Tha’labah r.a. 159. Sufyan bin Bisyr bin Amru r.a. 160. Tamim bin Ya’ar bin Qais r.a. 161. Abdullah bin Umair r.a. 162. Zaid bin al-Marini bin Qais r.a. 163. Abdullah bin ‘Urfutah r.a. 164. Abdullah bin Rabi’ bin Qais r.a. 165. Abdullah bin Abdullah bin Ubai r.a. 166. Aus bin Khauli bin Abdullah r.a. 167. Zaid bin Wadi’ah bin Amru r.a. 168. ‘Uqbah bin Wahab bin Kaladah r.a. 169. Rifa’ah bin Amru bin Amru bin Zaid r.a. 170. Amir bin Salamah r.a. 171. Abu Khamishah Ma’bad bin Ubbad r.a. 172. Amir bin al-Bukair r.a. 173. Naufal bin Abdullah bin Nadhlah r.a. 174. ‘Utban bin Malik bin Amru bin al-Ajlan r.a. 175. ‘Ubadah bin al-Somit r.a. 176. Aus bin al-Somit r.a. 177. Al-Nu’man bin Malik bin Tha’labah r.a. 178. Thabit bin Huzal bin Amru bin Qarbus r.a. 179. Malik bin Dukhsyum bin Mirdhakhah r.a. 180. Al-Rabi’ bin Iyas bin Amru bin Ghanam r.a. 181. Waraqah bin Iyas bin Ghanam r.a. 182. Amru bin Iyas r.a. 183. Al-Mujazzar bin Ziyad bin Amru r.a. 184. ‘Ubadah bin al-Khasykhasy r.a. 185. Nahhab bin Tha’labah bin Khazamah r.a. 186. Abdullah bin Tha’labah bin Khazamah r.a. 187. Utbah bin Rabi’ah bin Khalid r.a. 188. Abu Dujanah Sima’ bin Kharasyah r.a. 189. Al-Munzir bin Amru bin Khunais r.a. 190. Abu Usaid bin Malik bin Rabi’ah r.a. 191. Malik bin Mas’ud bin al-Badan r.a. 192. Abu Rabbihi bin Haqqi bin Aus r.a. 193. Ka’ab bin Humar al-Juhani r.a. 194. Dhamrah bin Amru r.a. 195. Ziyad bin Amru r.a. 196. Basbas bin Amru r.a. 197. Abdullah bin Amir al-Ba’lawi r.a. 198. Khirasy bin al-Shimmah bin Amru r.a. 199. Al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh r.a. 200. Umair bin al-Humam bin al-Jamuh r.a. 201. Tamim (maula Khirasy bin al-Shimmah) r.a. 202. Abdullah bin Amru bin Haram r.a. 203. Muaz bin Amru bin al-Jamuh r.a. 204. Mu’awwiz bin Amru bin al-Jamuh r.a. 205. Khallad bin Amru bin al-Jamuh r.a. 206. ‘Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid r.a. 207. Hubaib bin Aswad r.a. 208. Thabit bin al-Jiz’i r.a. 209. Umair bin al-Harith bin Labdah r.a. 210. Basyir bin al-Barra’ bin Ma’mur r.a. 211. Al-Tufail bin al-Nu’man bin Khansa’ r.a. 212. Sinan bin Saifi bin Sakhr bin Khansa’ r.a. 213. Abdullah bin al-Jaddi bin Qais r.a. 214. Atabah bin Abdullah bin Sakhr r.a. 215. Jabbar bin Umaiyah bin Sakhr r.a. 216. Kharijah bin Humayyir al-Asyja’i r.a. 217. Abdullah bin Humayyir al-Asyja’i r.a. 218. Yazid bin al-Munzir bin Sahr r.a. 219. Ma’qil bin al-Munzir bin Sahr r.a. 220. Abdullah bin al-Nu’man bin Baldumah r.a. 221. Al-Dhahlak bin Harithah bin Zaid r.a. 222. Sawad bin Razni bin Zaid r.a. 223. Ma’bad bin Qais bin Sakhr bin Haram r.a. 224. Abdullah bin Qais bin Sakhr bin Haram r.a. 225. Abdullah bin Abdi Manaf r.a. 226. Jabir bin Abdullah bin Riab r.a. 227. Khulaidah bin Qais bin al-Nu’man r.a. 228. An-Nu’man bin Yasar r.a. 229. Abu al-Munzir Yazid bin Amir r.a. 230. Qutbah bin Amir bin Hadidah r.a. 231. Sulaim bin Amru bin Hadidah r.a. 232. Antarah (maula Qutbah bin Amir) r.a. 233. Abbas bin Amir bin Adi r.a. 234. Abul Yasar Ka’ab bin Amru bin Abbad r.a. 235. Sahl bin Qais bin Abi Ka’ab bin al-Qais r.a. 236. Amru bin Talqi bin Zaid bin Umaiyah r.a. 237. Muaz bin Jabal bin Amru bin Aus r.a. 238. Qais bin Mihshan bin Khalid r.a. 239. Abu Khalid al-Harith bin Qais bin Khalid r.a. 240. Jubair bin Iyas bin Khalid r.a. 241. Abu Ubadah Sa’ad bin Uthman r.a. 242. ‘Uqbah bin Uthman bin Khaladah r.a. 243. Ubadah bin Qais bin Amir bin Khalid r.a. 244. As’ad bin Yazid bin al-Fakih r.a. 245. Al-Fakih bin Bisyr r.a. 246. Zakwan bin Abdu Qais bin Khaladah r.a. 247. Muaz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah r.a. 248. Aiz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah r.a. 249. Mas’ud bin Qais bin Khaladah r.a. 250. Rifa’ah bin Rafi’ bin al-Ajalan r.a. 251. Khallad bin Rafi’ bin al-Ajalan r.a. 252. Ubaid bin Yazid bin Amir bin al-Ajalan r.a. 253. Ziyad bin Lubaid bin Tha’labah r.a. 254. Khalid bin Qais bin al-Ajalan r.a. 255. Rujailah bin Tha’labah bin Khalid r.a. 256. Atiyyah bin Nuwairah bin Amir r.a. 257. Khalifah bin Adi bin Amru r.a. 258. Rafi’ bin al-Mu’alla bin Luzan r.a. 259. Abu Ayyub bin Khalid al-Ansari r.a. 260. Thabit bin Khalid bin al-Nu’man r.a. 261. ‘Umarah bin Hazmi bin Zaid r.a. 262. Suraqah bin Ka’ab bin Abdul Uzza r.a. 263. Suhail bin Rafi’ bin Abi Amru r.a. 264. Adi bin Abi al-Zaghba’ al-Juhani r.a. 265. Mas’ud bin Aus bin Zaid r.a. 266. Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid r.a. 267. Rafi’ bin al-Harith bin Sawad bin Zaid r.a. 268. Auf bin al-Harith bin Rifa’ah r.a. 269. Mu’awwaz bin al-Harith bin Rifa’ah r.a. 270. Muaz bin al-Harith bin Rifa’ah r.a. 271. An-Nu’man bin Amru bin Rifa’ah r.a. 272. Abdullah bin Qais bin Khalid r.a. 273. Wadi’ah bin Amru al-Juhani r.a. 274. Ishmah al-Asyja’i r.a. 275. Thabit bin Amru bin Zaid bin Adi r.a. 276. Sahl bin ‘Atik bin al-Nu’man r.a. 277. Tha’labah bin Amru bin Mihshan r.a. 278. Al-Harith bin al-Shimmah bin Amru r.a. 279. Ubai bin Ka’ab bin Qais r.a. 280. Anas bin Muaz bin Anas bin Qais r.a. 281. Aus bin Thabit bin al-Munzir bin Haram r.a. 282. Abu Syeikh bin Ubai bin Thabit r.a. 283. Abu Tolhah bin Zaid bin Sahl r.a. 284. Abu Syeikh Ubai bin Thabit r.a. 285. Harithah bin Suraqah bin al-Harith r.a. 286. Amru bin Tha’labah bin Wahb bin Adi r.a. 287. Salit bin Qais bin Amru bin ‘Atik r.a. 288. Abu Salit bin Usairah bin Amru r.a. 289. Thabit bin Khansa’ bin Amru bin Malik r.a. 290. Amir bin Umaiyyah bin Zaid r.a. 291. Muhriz bin Amir bin Malik r.a. 292. Sawad bin Ghaziyyah r.a. 293. Abu Zaid Qais bin Sakan r.a. 294. Abul A’war bin al-Harith bin Zalim r.a. 295. Sulaim bin Milhan r.a. 296. Haram bin Milhan r.a. 297. Qais bin Abi Sha’sha’ah r.a. 298. Abdullah bin Ka’ab bin Amru r.a. 299. ‘Ishmah al-Asadi r.a. 300. Abu Daud Umair bin Amir bin Malik r.a. 301. Suraqah bin Amru bin ‘Atiyyah r.a. 302. Qais bin Mukhallad bin Tha’labah r.a. 303. Al-Nu’man bin Abdi Amru bin Mas’ud r.a. 304. Al-Dhahhak bin Abdi Amru r.a. 305. Sulaim bin al-Harith bin Tha’labah r.a. 306. Jabir bin Khalid bin Mas’ud r.a. 307. Sa’ad bin Suhail bin Abdul Asyhal r.a. 308. Ka’ab bin Zaid bin Qais r.a. 309. Bujir bin Abi Bujir al-Abbasi r.a. 310. ‘Itban bin Malik bin Amru al-Ajalan r.a. 311. ‘Ismah bin al-Hushain bin Wabarah r.a. 312. Hilal bin al-Mu’alla al-Khazraj r.a. 313. Oleh bin Syuqrat r.a. (khadam Nabi s.a.w.) Ahlu Badr radiyallahu ‘anhum, Mereka adalah orang-orang paling mulia, sehingga di dlm hadits dijelaskan bahwa ketika Jibril bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang pendapat beliau tentang para sahabat beliau Ahlu Badr, maka Rasul berkata: ”Mereka Ahlu Badr adalah orang-orang muslim yang paling afdhal”, mereka lebih afdhal dari semua muslimin yang lain, dan muslim lain tidak ada yang lebih afdhal dari mereka. Ahlu Badr adalah perpaduan dari bangsa Arab dan bukan bangsa Arab, dari kaum budak dan orang-orang merdeka, dari golongan kaum jelata hingga golongan orang yang kaya raya, dan diantara mereka pula para Ahlu bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bendera dipegang oleh dua kelompok , satu dari Muhajirin dan yang satu dari kaum Anshar, bendera Muhajirin dibawa oleh oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah Ra benderanya berwarna hitam demikian yang dijelaskan dalam sirah Ibn Hisyam, dan bendera kaum Anshar berwarna putih. Demikian dahsyatnya perang Badr Al Kubra, maka Rasul berkata bahwa mereka adalah muslimin yang paling afdhal, dan di saat itu pun Jibril menjawab bahwa malaikat yang ikut di perang Badr mereka juga malaikat yang paling afdhal.

Sabtu, 20 September 2014

Pecinta Maulid

Seiring dengan mahabbah yang menggelora, mengalirlah tulisan tulisan berisi pujian dan sanjungan atas baginda Rasulullah saw lewat pena para ulama, pewaris beliau, yang termasyhur dengan sebutan “Kitab Maulid” atau  “Risalah Maulid” Kini bulan Maulid, Rabi’ul Awwal, segera tiba. Semarak peringatan suka cita kelahiran seorang putra Mekkah yang mengguncang singgasana  penguasa Roma dan memadamkan api sesembahan penguasa Persia akan menggetarkan sanubari para pencinta. Namanya “Muhammad” atau  “Ahmad”, tak akan pernah habis untuk disebut dalam pujian dan sanjungan. Berapa miliar lembaran kertas memuat sejarah kehidupannya yang dicatat oleh sungai sungai tinta yang seakan tidak ada habisnya. Seiring dengan mahabbah yang menggelora dalam sanubari , lahirlah tulisan tulisan pujian dan sanjungan atas Baginda Rasulullah saw lewat pena para ulama, pewaris beliau, yang termasyhur dengan “Kitab Maulid” atau “Risalah Maulid”. Tujuan mereka semata mata untuk mengabadikan sejarah kehidupan Rasulullah saw untuk generasi yang akan datang, agar beliau terus dikenal, dicintai dan diteladani oleh umatnya. Karenanya, karya mereka itu diterima dan diberkahi Allah. Salah satu tanda bahwa suatu amalan diterima oleh Allah, ia kekal dihati masyarakat. Menurut Abuya Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam kitabnya Hawl al-Ihtifal bi Dzikr al-Maulid an-Nabawiy asy-Syarif, saking banyaknya ulama yang menulis kitab Maulid itu, sulit untuk memerincinya. Dan tidak bisa dikatakan ulama yang satu lebih utama dari pada yang lainnya. Pada intinya, kitab kitab tersebut terlahir dari kecintaan yang mendalam dan penuh keikhlasan para penulisnya. Diantara kitab kitab itu adalah : Al-‘Arus, karya Al-Imam al-Muhaddits al-Hafidz Ibnul Jauzi, at-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an-Nadzir, karya Al-Muhaddits al-Musnid al-Hafidz Abu Al-Khaththab Umar bin Ali bin Muhammad Ibn Dahyah al-Kalbi, Urf at-Ta’rif bi al-Maulid Asy-Syarif, karya al-Imam Syaikh al-Qurra’ wa Imam  al-Qiraat al-Hafidz al-Muhaddits al-Musnid al-Jami’ Abul Khair Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Al-Juzuri asy-Syafi’i, Al-Maurid al-Hana, karya Al-Hafidz al-‘Iraqi, Jami’ al-Atsar fi Maulid an-Nabiy al-Mukhtar, Al-Lafzh ar-Raiq fi Maulid Khair al-Khalaiq, dan Maurid ash-Shadiy fi Maulid al-Hadi, ketiganya karya Al-Imam al-Muhaddits al-Hafidz Muhammad bin Abi Bakr bin Abdillah al-Qisi ad-Dimasyqi asy-Syafi’i. Disamping itu, juga ada kitab Al-Fakhr al-‘Alawi fi al-Maulid an-Nabawi, karya al-Hafidz as-Sakhawi, Al-Mawarid al-Haniyyah fi  Maulid Khair al-Bariyyah, karya Al-Allamah al-Faqih as-Sayyid Ali Zainal Abidin as-Samhudi al-Hasani, Maulid Ad-Diba’iy, karya Al-Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad Asy-Syaibani Al-Yamani Az-Zabidi asy-Syafi’i, yang terkenal dengan sebutan “Ibn Diba’iy”, Itmam an-Ni’mah ‘Ala al-‘Alam bi Maulid Sayyidi Waladi Adam, karya al-‘Allamah al-Faqih al-Hujjah Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haitami, Al-Maulid ar-Rawi fi al-Maulid an-Nabawi, karya al-‘Allamah al-Muhaddits al-Musnid al-Faqih asy-Syaikh Nuruddin Ali bin Sultan Al-Harawi, ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid an-Nabiy al-Azhar, karya al-‘Allamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Abdul Karim al-Barzanji, yang karenanya termasyhur dengan sebutan Maulid Al-Barzanji. Kemudian ada juga karya lain, berjudul Al-Yumn wa al-Is’ad bi Maulid Khair al-‘Ibad, karya Al-Imam al-‘Arifbillah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid asy-Syarif Muhammad bin Ja’far al-Kattani al-Hasani, Jawahir an-Nazhm al-Badi’ fi Maulid asy-Syafi’, karya al-‘Allamah al-Muhaqqiq asy-Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, Ini baru sebahagian yang termaktub. Masih banyak lagi yang ditulis dimasa lalu hingga belakangan, yang lahir dari percikan iman dan kecintaan kepada imam penghulu kebahagiaan dunia dan akhirat, pembawa syafa’at di hari akhirat, Sayyidul Mushthafa Muhammad Shollallahu ‘alayhi wasallam. Telah terbit purnama ditengah kita Maka tenggelam semua purnama Seperti kecantikanmu tak pernah kupandang Duhai wajah nan ceria Dari petikan sya’ir qashidah mahallul qiyam dalam Maulid al-Barzanji diatas, jelaslah bahwa kelahiran Nabi Muhammad saw adalah penerang bagi gelapnya dunia. Maka, mari kita sambut bulan kelahiran Nabi dengan suka cita, Shollu ‘alan-Nabii … *** sumber: Majalah alKisah

kisah Al Habib Ali bin Abdurrahman AlHabsyi di Hadramaut

HUJAN Dulu Tatkala Al Habib Ali bin Abdurrahman AlHabsyi berkunjung ke Negeri Hadramaut men Ziarahi Para Ulama baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat dalam kunjungannya di temani oleh sang putra yaitu AlHabib Muhammad AlHabsyi Diantara kunjungannya beliau menyempatkan menghadiri Majlisnya AlHabib Alwi bin Abdulloh bin Sahab di kota Tarim,melihat kedatangan AlHabib Ali AlHabsyi dari Kwitang Habib Alwi bin Sahab langsung menyambutnya dengan penuh kehormatan dan menempatkan Alhabib Ali duduk di bagian depan berdampingan dengan beliau Berkata itu waktu AlHabib Alwi di hadapan jamaah nya yang hadir di Majlisnya " Sekalian Hadirin kita telah kedatangan seorang Alim Ulama dari Jawa dari Bandar Betawi yang namanya sudah tidak asing lagi di ini negri yaitu AlHabib Ali bin Abdurrahman AlHabsyi kwitang Atas kehadiran beliau di Majlis ini kami meminta kepada AlHabib Ali untuk bermohon kepada Alloh agar bisa menurunkan Air Hujan di kita punya negri Karna sudah cukup lama tidak turun hujan yang menimbulkan kekeringan di mana mana dan kita minta kepada tetamu kita AlHabib Ali untuk ber Doa memohon kepada Alloh atas niyat tersebut " Habib Ali sempat menolaknya karna beliau datang adalah mengambil Barokah dan mengharap Doa,tapi karna di paksa yang pada akhirnya AlHabib Ali memanjatkan Doa kepada Alloh Taala Selesai memanjatkan Doa oleh Habib Ali Majlis di lanjutkan kembali oleh Habib Alwi bin Sahab namun melihat cuaca yang mulai mendung Habib Alwi berkata pada yang Hadir " sepertinya Majlis di cukupkan saja karna sebentar lagi akan turun hujan ........ " Sesaat setelah bubar Majlis Hujan turun dengan lebatnya dan Habib Ali bermalam di Rumah Habib Alwi karna Hujan yang deras dan tidak kunjung reda dan itu hampir satu hari punya lama yang pada akhirnya beberapa Jamaah yang mewakili penduduk Negri Tarim meminta kepada AlHabib Alwi bin Abdulloh bin Sahab agar kiranya dapat meminta kepada AlHabib Ali kwitang bermohon kepda Alloh agar hujan yang begitu lebat di alihkan di Wadi atau di sungai sungai saja Yang pada akhirnya Habib Alwi meminta lagi kepada Habib Ali " Ya Hababana Ali ......... mohon kepada Alloh agar hujan ini di turunkan di sekitar kota saja yang tidak ada rumah rumahnya,karna kalau tidak rumah rumah kami ini terbuat dari tanah kalau hujan terus deras bisa bisa banyak rumah yang hancur Ya Habib Ali mohon lagi Kepada Alloh dengan hal yang demikian " Mendengar perkataan Habib Alwi Bin Sahab langsung Habib Ali menengadahkan tangannya tinggi tinggi seraya ber Doa kepada Alloh dan selsai Doa Habib Ali Hujan ber Angsur angsur menjauh dan tergeser sampai tidak menetes di rumah rumah Masyarakat negri Tarim Melihat hal demikian Habib Abdulloh memeluk Habib Ali seraya berkata " Ya Habib Antum Mujabatud Da'wah .......... beruntung sekali negri yang kau ada di dalamnya " ROBBI FAN FA'NA BIBARKATIHIM WAHDINAL HUSNA BI HURMATIHIM WA AMITNA FII THORIQOTIHIM WA MUA FATIM MINAL FITANI demikian sekelumit kisah yang kami dengar langsung dari AlHabib Muhammad bin Ali AlHabsyi dalam kunjungannya bersama sang ayah pada waktu itu Rihlah di negri Hadramaut.

KALIMAT YANG PALING DICINTAI OLEH ALLAH SWT

HABIBANA MUNZIR BIN FUAD ALMUSAWA ALLAHYARHAM berkata: “Allah subhanahu wata’ala tidak membutuhkan pujian, namun Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui bahwa jika seorang hamba memujiNya maka pujian itu muncul dari kecintaan, Jika bukan karena cinta maka tidak akan muncul pujian, maka apabila seseorang memuji Allah berarti ia mencintai Allah dan jika ia mencintai Allah sungguh agung balasan dari Allah subhanahu wata’ala, Sehingga ucapan yang sangat pendek seperti ucapan SUBHANALLAH WABIHAMDIHI jika dibaca sebanyak 100 kali maka akan dihapus dosa-dosanya oleh Allah subhanahu wata’ala meskipun sebanyak buih di lautan. Dan diriwayatkan di dalam Shahih Muslim bahwa kalimat yang paling dicintai oleh Allah adalah kalimat : SUBHANALLAH WABIHAMDIHI. Maka tidak inginkah bibir kita ini terhiasi dengan kalimat yang paling dicintai Allah subhanahu wata’ala?!, Karena kelak di hari kiamat sungguh beruntung hamba-hamba yang bibirnya bercahaya bukan karena pewarna bibir namun karena cahaya cinta Allah subhanahu wata’ala yaitu dengan bacaan kalimat : SUBHANALLAH WABIHAMDIHI”.

Tausiyah Guru Mulia al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz ibn Syekh Abu Bakar bin Salim ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ di Majlis Haul Syekh Abu Bakar bin Salim di Cidodol Kebayoran Lama

-------------------------------- puji dan syukur kepada Allah Ta’ala, kita pada saat ini, saya dan kalian berkumpul dihadapan Allah Ta’ala. Kita menanti dipintu Allah Yang Maha Pemurah, Yang Maha Dermawan. Semuanya ini disebutkan dalam dakwahnya Nabi Besar Muhammad saw, pemimpin sekalian Rasul, dengan itulah berdiri tiang-tiang kecintaan kepada Allah Ta’ala, kecintaan kepada NabiNya, kecintaan kepada orang- orang yang sholeh, para auliya` dan sholihin dan kaum mukminin. Dan segala macam kemuliaan yang diberikan Allah Ta’ala ini kepada kita saat ini, ini adalah pemberian yang diberikan Allah Ta’ala secara percuma tanpa didahului dengan uang muka dari kita sekalian. Wahai orang-orang yang telah dimuliakan oleh Allah Ta’ala dengan beragam kemuliaan di majlis ini, yang mana saat ini kita mencari rahmat dan kurnia Allah Ta’ala dan kita telah diberikan Allah Ta’ala, maka perhatikanlah bahwa saat ini Allah sedang menilik kita sekalian. Dan Allah Ta’ala mengetahui apa yang ada di dalam benak dan rahsia sanubari kita. Dan Allah Ta’ala mengetahui apa yang kita sembunyikan di dalam hati kita. Bagi Allah sama saja apa yang nampak kita zahirkan ataupun kita sembunyikan, semuanya sama bagi Allah Ta’ala. Apabila kalian mencari keredhaan dari Allah Ta’ala dan bersungguh- sungguh dalam mencarinya, maka Allah Ta’ala akan melimpahkan keredhaanNya kepada kalian. Dan orang yang suka maksiat, insya Allah dapat meraih keberkahan dari berkah orang-orang yang taat pula. Apabila kita merayakan, bergembira dengan haulnya Syekh Abu Bakar bin Salim rdh ini, sesungguhnya kita bergembira dengan kurnia yang diberikan Allah Ta’ala. Dan kita merayakan bergembira dengan rahmat yang diberikan Allah Ta’ala. Dan kita merayakan nikmat yang dikurniakan Allah Ta’ala. Dan kita bergembira dengan jasa yang Allah Ta’ala berikan kepada kita sekalian. Dan kita merayakan warisan dari Nabi Muhammad saw. Dan seseorang yang merayakan seorang pewaris, maka dia pun merayakan orang yang mewariskannya, yaitu Nabi Muhammad saw. Dan kita merayakan cahaya-cahaya iman dan yakin. Dan kita merayakan sifat-sifat yang mulia disisi Allah Ta’ala. Apabila kita saat ini berkumpul merayakan hal-hal yang mulia tersebut, orang-orang yang mulia yang dekat dengan Allah, maka sungguh tidak diragukan, bahwasanya Allah pun akan mendekatkan kita kepadaNya (yakni rahmatNya). Kurnia Allah kepada Orang Yang Menghadiri Majlis-majlis Dhikir (seperti majlis ILMU, majlis HAUL, MAWLID dan seumpamanya) Berapa besar kurnia Allah Ta’ala untuk umat ini, berapa banyak orang yang masuk ke dalam majlis ini, dalam keadaan tadinya dia jauh dari Allah, dia keluar dari majlis ini dalam keadaan sudah dekat dengan Allah. Bahkan berapa orang yang masuk kedalam majlis ini, tadinya dia dicatat sebagai orang yang celaka, dia keluar dari majlis ini sebagai orang yang beruntung. Dan berapa banyak orang yang hadir dalam majlis ini tadinya hatinya penuh dengan kekotoran, keluar dengan membawa hati yang bersih bercahaya. Berapa banyak orang yang hadir dalam majlis ini, hatinya gelap gulita, dia keluar dengan membawa hati yang terang benderang. Berapa banyak orang yang masuk dalam majlis ini dalam keadaan Allah Ta’ala tidak suka, berpaling dengan orang tersebut, tetapi tidaklah dia keluar dari majlis ini melainkan Allah Ta’ala mencintai orang tersebut. Wahai orang-orang yang mencari kebaikan yang saya sebutkan ini, bersungguh- sungguhlah dalam pencarianmu. Dan kembalilah kepada Allah Ta’ala. Dan merendahlah, tunduklah kepada keagungan Allah Ta’ala. Dan agungkan Allah Ta’ala. Dan tetap tidak ada yang lebih agung dari Allah Ta’ala. Dan tidak ada yang lebih besar dari Allah Ta’ala. Dan tidak ada yang lebih dermawan dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala yang telah mengangkat darjat Nabi Muhammad saw. Allah Ta’ala yang mengangkat darjat para anbiya, mengangkat darjat para malaikat dan para auliya` serta kaum sholihin. Mereka adalah orang-orang yang sangat tinggi disisi Allah. Dan orang- orang yang mencari selain ketinggian selain dari yang mendekatkan kepada Allah maka mereka itulah orang-orang yang jatuh dan terjerumus. Bumi telah menjadi saksi ke atas generasi manusia, generasi umat dan golongan yang mana mereka mencari kemuliaan selain dari Allah, maka mereka pun hina dan terjelepuk dijatuhkan oleh Allah Ta’ala. Semoga hadirnya diri kita di majelis mulia semacam ini menjadikan Allah redho kepada kita sekalian amiin ya rabbal alamiin.

Kamis, 18 September 2014

Alâ yâ Allâh binadhroh

ﺍﻻ ﻳﺎﺍﻟﻠﻪ ﺑﻨﻈﺮﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻤﺔ Alâ yâ Allâh binadhroh minal ‘ainir-rohîmah Ya Allah ! limpahkanlah karunia rahmat-Mu ﺗﺪﺍﻭﯼ ﮐﻞ ﻣﺎﺑﯽ ﻣﻦ ﺃﻣﺮﺍﺽ ﺳﻘﻴﻤﺔ Tudâwî kulla mâbî min amrôdlin saqîmah Yang dapat menyembuhkan semua penyakit- penyakit yang ada padaku ﺃﻻ ﻳﺎ ﺻﺎﺡ ﻳﺎ ﺻﺎﺡ ﻻ ﺗﺠﺰﻉ ﻭ ﺗﻀﺠﺮ Alâ yâ shôh yâ shôh lâ tajza’ wa tadljar Wahai kawanku! Wahai kawanku! Janganlah engkau gelisah dan jangan bosan ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻠﻤﻘﺎﺩﻳﺮ ﮔﻲ ﺗﺤﻤﺪ ﻭﺗﺆﺟﺮ Wa sallim lil maqôdîr kay tuhmad wa tu,jar Serahkanlah pada takdir agar engkau dipuji dan diberi pahala ﻭﮐﻦ ﺭﺍﺽ ﺑﻤﺎ ﻗﺪﺭ ﺍﻟﻤﻮﻟﯽ ﻭﺩﺑﺮ Wa kun rôdlin bimâ qoddarol maulâ wa dabbar Dan jadilah hamba yang ridho atas apa yang telah ditakdirkan Allah, dan diaturkanNya ﻭﻻ ﺗﺴﺨﻂ ﻗﻀﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﺍﻷﮐﺒﺮ Wa lâ taskhoth qodlôllâh robbil ‘arsyil akbar Dan janganlah engkau ingkar akan takdir Allah Tuhan Arsy yang Maha Besar ﻭ ﮐﻦ ﺻﺎﺑﺮ ﻭﺷﺎﮐﺮ Wa kun shôbir wa syâkir Jadilah engkau orang yang bersabar dan bersyukur ﺗﮑﻦ ﻓﺎﺋﺰ ﻭﻇﺎﻓﺮ Takun fâ-iz wa dhôfir Maka engkau akan menjadi orang yang berjaya dan menang ﻭﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﺮﺍﺋﺮ Wa min ahlis-sarô-ir Dan menjadi kelompok orang orang ahli sir (rahasia) ﺭﺟﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﮐﻞ ﺫﻱ ﻗﻠﺐ ﻣﻨﻮﺭ Rijâlillâhi min kulli dzî qolbin munawwar Yaitu hamba-hamba Allah yang memiliki hati yang bercahaya ﻣﺼﻔﻰ ﻣﻦ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﺪﻧﺲ ﻃﻴﺐ ﻣﻄﻬﺮ Mushoffâ min jamî’id-danasi thoyyibin muthohharin Yang bersih dari segala noda (kotoran hati), baik dan suci ﻭﺫﻩ ﺩﻧﻴﺎ ﺩﻧﻴﺔ ﺣﻮﺍﺩﺛﻬﺎ ﮔﺜﻴﺮﺓ Wa dzih dunyâ daniyyah hawâditsuhâ katsîroh Dunia ini hina, dan banyak kejadian-kejadiannya ﻭﻋﻴﺸﺘﻬﺎ ﺣﻘﻴﺮﺓ ﻭﻣﺪﺗﻬﺎ ﻗﺼﻴﺮﺓ Wa ‘îsyatuhâ haqîroh wa muddatuhâ qoshîroh Dan kehidupan dunia itu hina, serta masa untuk hidup itu singkat ﻭﻻ ﻳﺤﺮﺹ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺳﻮﯼ ﺃﻋﻤﯽ ﺍﻟﺒﺼﻴﺮﺓ Wa lâ yahrish ‘alaihâ siwâ a’mâl bashîroh Dan tidak ada orang yang rakus akan dunia melainkan orang yang buta hatinya ﻋﺪﻳﻢ ﺍﻟﻌﻘﻞ ﻟﻮ ﮔﺎﻥ ﻳﻌﻘﻞ ﮔﺎﻥ ﺃﻓﮕﺮ ‘Adîmul ‘aqli lau kâna ya’qil kâna afkar Yang tidak berakal, yang apabila ia benar-benar berakal ia akan berfikir ﺗﻔﮑﺮ ﻓﻲ ﻓﻨﺎﻫﺎ Tafakkir fî fanâhâ Berfikirlah akan dunia yang tidak kekal ﻭ ﻓﯽ ﮔﺜﺮﺓ ﻋﻨﺎﻫﺎ Wa fî katsroti ‘anâhâ Dan penderitaannya (dunia) yang banyak. ﻭﻓﯽ ﻗﻠﺔ ﻏﻨﺎﻫﺎ Wa fî qillati ghinâhâ Dan akan kekayaannya (dunia) yang sedikit ﻓﻄﻮﺑﯽ ﺛﻢ ﻃﻮﺑﯽ ﻟﻤﻦ ﻣﻨﻬﺎ ﺗﺤﺬﺭ Fathûbâ tsumma thûbâ liman minhâ tahadzdzar Maka beruntunglah dan sungguh beruntung bagi siapa yang berhati-hati daripada dunia ﻭ ﻃﻠﻘﻬﺎ ﻭ ﻓﯽ ﻃﺎﻋﺔ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺷﻤﺮ Wa thollaqohâ wa fî thô’atir-rohmâni syamar Dan menceraikannya (dunia), dan bersiap-siap menuju kepada ketaatan Allah ﺃﻻ ﻳﺎ ﻋﻴﻦ ﺟﻮﺩﻱ ﺑﺪﻣﻊ ﻣﻨﻚ ﺳﺎﺋﻞ Alâ yâ ‘ain jûdî bidam’in minki sâ-il Wahai mata! Curahkanlah dari padamu air mata yang mengalir ﻋﻠﯽ ﺫﺍﻙ ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺪ ﮔﺎﻥ ﻧﺎﺯﻝ ‘Alâ dzâkal habîbilladzî qod kâna nâzil Untuk seorang kekasih yang telah diutus (Nabi Muhammad saw) ﻣﻌﻨﺎ ﻓﯽ ﺍﻟﻤﺮﺍﺑﻊ ﻭﺃﺻﺒﺢ ﺳﻔﺮ ﺭﺍﺣﻞ Ma’anâ fîl marôbi’ wa ashbaha safar rôhil Ia bersama kami dan sekarang telah pergi ﻭ ﺃﻣﺴﯽ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺍﻟﺒﺎﻝ ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻩ ﻣﮕﺪﺭ Wa amsâl qolbu wal bâlu min ba’dihi mukaddar Maka hati ini setelah kepergiannya menjadi sedih ﻭ ﻟﮑﻦ ﺣﺴﺒﻲ ﺍﻟﻠﻪ Wa lâkin hasbiyallâh Akan tetapi cukup bagiku, ALLAH ﻭ ﮐﻞ ﺍﻷﻣﺮ ﻟﻠﻪ Wa kullul amrillâh Dan segala urusan akan kembali pada Allah ﻭ ﻻ ﻳﺒﻘﯽ ﺳﻮﯼ ﺍﻟﻠﻪ Wa lâ yabqô siwâllâh Dan tiada yang kekal kecuali Allah ﻋﻠﯽ ﺑﺸﺎﺭ ﺟﺎﺩﺕ ﺳﺤﺎﺋﺐ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﺒﺮ ‘Alâ basysyâri jâdat sahâ-ib rohmatil barr Semoga Allah memberikan curahan rahmatnya atas penghuni Bassyar (tiga tempat pengkuburan para Auliya) ﻭ ﺣﻴﺎﻫﻢ ﺑﺮﻭﺡ ﺍﻟﺮﺿﺎ ﺭﺑﻲ ﻭﺑﺸﺮ Wa hayyâhum birouhir-ridlô robbî wa basysyar Dan semoga Dia (Allah) mencurahkan keridhoannya atas mereka serta memberi khabar gembira ﺑﻬﺎ ﺳﺎﺩﺍﺗﻨﺎ ﻭﺍﻟﺸﻴﻮﺥ ﺍﻟﻌﺎﺭﻓﻮﻧﺎ Bihâ sâdâtunâ wasysyuyûkhul ‘ârifûnâ Disana terdapat tuan-tuan dan guru-guru kami yang ‘arif ﻭ ﺃﻫﻠﻮﻧﺎ ﻭﺃﺣﺒﺎﺏ ﻗﻠﺒﯽ ﻧﺎﺯﻟﻮﻧﺎ Wa ahlûnâ wa ahbâbi qolbî nâzilûnâ keluarga kami dan orang-orang yang kami cintai ﻭﻣﻦ ﻫﻢ ﻓﯽ ﺳﺮﺍﺋﺮ ﻓﺆﺍﺩﯼ ﻗﺎﻃﻨﻮﻧﺎ Wa man hum fî sarô-iri fu-âdî qôthinûnâ Dan mereka orang-orang yang berada dalam lubuk hatiku ﺑﺴﺎﺣﺔ ﺗﺮﺑﻬﺎ ﻣﻦ ﺫﮐﻲ ﺍﻟﻤﺴﻚ ﺃﻋﻄﺮ Bisâhati turbihâ min dzakiyyil miski a’thor Mereka berada di tempat yang debunya tercium aroma bau kasturi ﻣﻨﺎﺯﻝ ﺧﻴﺮ ﺳﺎﺩﺓ Manâzilu khoiri sâdah Tempat-tempat persinggahan bagi sebaik-baik manusia ﻟﮑﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻗﺎﺩﺓ Likullin-nâsi qôdah Mereka pemimpin bagi umat manusia ﻣﺤﺒﺘﻬﻢ ﺳﻌﺎﺩﺓ Mahabbatahum sa’âdah Dalam mencintai mereka terdapat kebahagiaan ﺃﻻ ﻳﺎ ﺑﺨﺖ ﻣﻦ ﺯﺍﺭﻫﻢ ﺑﺎﻟﺼﺪﻕ ﻭﺍﻧﺪﺭ Alâ yâ bakht man zârohum bishshidqi wandar Sungguh beruntung bagi siapa yang menziarahi mereka dengan tulus dan datang ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻣﻌﺘﻨﻲ ﮐﻞ ﻣﻄﻠﻮﺑﻪ ﺗﻴﺴﺮ Ilaihim mu’tanî kullu mathlûbihi tayassar Kepada mereka dengan penuh perhatian maka semua permintaannya akan dipermudahkan

Dialah sang Kekasih yang diharapkan Syafa’atnya, dari setiap huru-hara yang menimpa

Rasulullah saw pernah menuturkan sekelumit
“kisah masa depan” kepada para sahabat. Kelak
Allâh mengumpulkan seluruh manusia dari yang
pertama hingga yang terakhir dalam satu daratan.

Pada hari itu matahari mendekat kepada
mereka dan manusia ditimpa kesusahan dan
penderitaan yang mereka tidak kuasa
menahannya.

Diantara mereka ada yang berkata, “Tidakkah
kalian lihat apa yang telah menimpa kita,
tidakkah kalian mencari orang yang bisa
memberikan syafaat kepada Rabb kalian?”
Yang lainnya lalu menimpali, “Bapak kalian
adalah Adam a.s”

Akhirnya mereka mendatangi Adam lalu berkata,
“Wahai Adam, Anda bapak manusia, Allâh
menciptakanmu dengan tangan-Nya, dan
meniupkan ruh kepadamu, dan menempatkanmu
di surga. Tidakkah engkau syafaati kami kepada
Rabb- mu? Apakah tidak kau saksikan apa yang
menimpa kami?”
Maka Adam berkata, “Pada hari ini Rabb- ku
sedang marah dan Dia belum pernah dan tidak
akan pernah semarah ini. Dia telah melarangku
untuk mendekati pohon (khuldi) tapi aku langgar.
Nafsi nafsi (aku mengurusi diriku sendiri), pergilah
kalian kepada selainku, pergilah kepada Nuh a.s”
Lalu mereka segera pergi menemui Nuh as, dan
berkata, “Wahai Nuh, engkau adalah Rasul
pertama yang diutus ke bumi, dan Allâh telah
memberikan nama kepadamu seorang hamba
yang bersyukur (‘abdân syakûrâ), tidakkah engkau
saksikan apa yang menimpa kami, tidakkah
engkau lihat apa yang terjadi pada kami?
Tidakkah engkau beri kami syafaat menghadap
Rabb- mu?”
Maka Nuh berkata, “Pada hari ini Rabb- ku
sedang marah dan Dia belum pernah dan tidak
akan pernah marah semarah ini. Sesungguhnya
aku punya doa dan telah aku gunakan untuk
mendoakan (celaka) atas kaumku. Nafsi nafsi,
pergilah kepada selainku, pergilah kepada Ibrahim
as.!
Lalu mereka segera menemui Nabi Ibrahim dan
berkata, “Wahai Ibrahim, engkau adalah Nabi dan
kekasih Allâh dari penduduk bumi, syafaatilah
kami kepada Rabb- mu! Tidakkah kau lihat apa
yang menimpa kami?
Maka Ibrahim berkata, “Pada hari ini Rabb- ku
sedang marah dan Dia belum pernah dan tidak
akan pernah marah semarah ini. Aku pernah
berbohong tiga kali. Nafsi nafsi, pergilah kalian
kepada selainku, pergilah kalian kepada Mûsâ as.!
Lalu mereka segera pergi ke Nabi Musa, dan
berkata, “Wahai Musa, engkau adalah utusan
Allâh. Allâh telah memberikan kelebihan
kepadamu dengan risalah dan kalam-Nya atas
sekalian manusia. Syafaatilah kami kepada Rabb-
mu! Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
Lalu Musa berkata, “Pada hari ini Rabb- ku
sedang marah dan Dia belum pernah dan tidak
akan pernah marah semarah ini. Aku pernah
membunuh seorang tanpa hak. Nafsi nafsi,
pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian
kepada Isa a.s!”
Lalu mereka pergi menemui Nabi Isa, dan berkata,
“Wahai Isa, engkau adalah utusan Allâh dan
kalimat-Nya yang dilontarkan kepada Maryam,
serta ruh dari-Nya. Dan engkau telah berbicara
kepada manusia semasa dalam gendongan.
Mohonkan syafaat bagi kami kepada Rabb- mu!
Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
Maka Nabi Isa berkata, “Pada hari ini Rabb- ku
sedang marah dan Dia belum pernah dan tidak
akan pernah marah semarah ini. Nafsi nafsi,
pergilah kepada selainku, pergilah kepada
Muhammad saw!”
Akhirnya mereka mendatangi Nabi Muhammad
saw, dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau
adalah utusan Allâh dan penutup para nabi. Allâh
telah mengampuni dosamu yang lalu maupun
yang akan datang. Syafaatilah kami kepada
Rabb- mu, tidakkah kau lihat apa yang kami
alami?”
Lalu Nabi saw pergi ke bawah ‘Arsy. Disana
beliau bersujud kepada Rabb, kemudian Allâh
membukakan kepadanya puji-pujian-Nya, dan
betapa indahnya pujian-Nya, sesuatu yang tidak
pernah dibukakan kepada seorang pun sebelum
Nabi Muhammad. Kemudian Allâh berkata kepada
Nabi Muhammad, “Wahai Muhammad, angkat
kepalamu, mintalah, niscaya kau diberi, dan
berilah syafaat niscaya akan dikabulkan!”
Maka Nabi mengangkat kepala dan berkata,
“Umatku, wahai Rabb- ku. Umatku, wahai Rabb-
ku. Ummatku, wahai Rabb- ku!”
Lalu Allâh menyampaikan kepadanya, “Wahai
Muhammad, masukkan diantara umatmu yang
tanpa hisab ke surga dari pintu sebelah kanan
dari sekian pintu surga, mereka memiliki hak
bersama dengan manusia yang lain pada selain
pintu tersebut dari pintu pintu surga,” (H.R
Bukhari dan Muslim)
Betapa kita sangat membutuhkan Rasulullah saw
agar bisa menyelamatkan kita dari berbagai
kegelisahan yang terjadi pada hari kiamat..
***
Sumber: Karunia bershalawat ( Afdhal ash-
Shalawât ‘alâ as-Sayyid as-Sâdât ) karya Syaikh
Yusuf ibn Ismail al-Nabhani.

Rabu, 17 September 2014

Tawassul (Oleh Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawwa)

Memang banyak pemahaman saudara-saudara
kita muslimin yang perlu diluruskan tentang
tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah
dengan perantara amal shalih, orang shalih,
malaikat, atau orang-orang mukmin. Tawassul
merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah
ditentang oleh Rasul saw, tak pula oleh Ijma
Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin,
dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar
Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau
dengan perantara, dan tak ada yang
menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau
bahkan memusyrikkan orang yang
mengamalkannya.
Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 19-20
ini, dengan munculnya sekte sesat yang
memusyrikkan orang-orang yang bertawassul,
padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw,
sebagaimana hadits shahih dibawah ini : Wahai
Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu,
demi orang-orang yang bersemangat menuju
(keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini
kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar
dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat
membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena
Riya atau sumah.. hingga akhir hadits. (HR Imam
Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem,
Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni,
Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih). Hadits
ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh
muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.
Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini,
bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul
kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah,
lalu kepada orang-orang yang bersemangat
kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul
kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku
ini kepada keridhoan Mu).
Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang
ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh
ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum
matannya, betapa jenius dan briliannya mereka
ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka
tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits
pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai
hukum sanad dan hukum matannya. Lalu hadits
diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits..,
apakah kiranya kita masih memilih pendapat
madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20
ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap
muhaddits padahal tak satupun dari mereka
mencapai kategori Muhaddits , dan kategori
ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka
bukanlah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-
orang yang beramal dengan landasan hadits
shahih.
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil
tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana
hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu’aim,
Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa
ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari
Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu
disebutkan Rasul saw rebah/bersandar
dikuburnya dan berdoa : Allah Yang
Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha
Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku
Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya
(pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya
kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi
sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih
dari semua pemilik sifat kasih sayang.”, jelas
sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw
bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang
telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw
(Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin
Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada
Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul
dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami
hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman
beliau (saw) yang melihat beliau (saw), maka
turunkanlah hujan..?. maka hujanpun turun.
(Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang
sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508).
Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat
tak menentangnya, demikian pula para Imam-
Imam besar itu tak satupun mengharamkannya,
apalagi mengatakan musyrik bagi yang
mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat
ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul,
padahal Rasul saw sendiri berrtawassul. Apakah
mereka memusyrikkan Rasul saw?, dan Sayyidina
Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka
memusyrikkan Umar ?, Naudzubillah dari
pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang
mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada
orang yang masih hidup, maka entah darimana
pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu,
dan mereka mengatakan bahwa orang yang sudah
mati tak akan dapat memberi manfaat lagi..,
pendapat yang jelas-jelas datang dari
pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran
yang sangat buta terhadap kesucian tauhid..
Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu
makhlukpun dapat memberi manfaat dan
mudharrat terkecuali dengan izin Allah, lalu
mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa
memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu
dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka?
Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang
mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin
Allah.., yang hidup tak akan mampu berbuat
terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun
bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki
Allah. karena penafian kekuasaan Allah atas
orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta
kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi
berperantara kepada keshalihan seseorang, atau
kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali
bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah,
yang telah memilih orang tersebut hingga ia
menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan
Kudrat ilahi atau membatasi kemampuan Allah,
karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka
kepada Allah tetap abadi walau mereka telah
wafat.
Contoh lebih mudah, anda ingin melamar
pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi
seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang
tetangga anda yang telah wafat adalah abdi
setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu
anda saat melamar pekerjaan atau mungkin
mengemis pada saudagar itu, anda berkata :
“Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran
saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga
dekat fulan, nah.. bukankah ini mengambil
manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana
dengan pandangan bodoh yang mengatakan
orang mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-
jelas saudagar akan sangat menghormati atau
menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi
anda uang lebih, karena anda menyebut nama
orang yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi
kecintaan si saudagar akan terus selama
saudagar itu masih hidup?, pun seandainya ia tak
memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan
lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahmaan
Arrhiim, Yang Maha Pemurah dan Maha
Menyantuni?? dan tetangga anda yang telah
wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu
menahu tentang lamaran anda pada si saudagar,
Namun anda mendapat manfaat besar dari orang
yang telah wafat.
aduh…aduh… entah apa yang membuat pemikiran
mereka sempit hingga tak mampu mengambil
permisalan mudah seperti ini. Firman Allah :
“Mereka itu tuli, bisu dan buta dan tak mau
kembali pada kebenaran” (QS Albaqarah-18).
Wahai Allah beri hidayah pada kaumku, sungguh
mereka tak mengetahui.
wallahu a’lam

Terompah (Sandal) Rosululloh SAW

Sulthonul Qulb Habibana Munzir Bin Fuad Al
Musawa Alaihi Rahmatulloh,pernah
menyampaikan:
Ketika Nabiyulloh Musa AS menghadap Alloh di
bukit Turisina,maka Alloh berfirman:
“Sungguh Aku (Alloh) adalah Tuhan'mu,maka
lepaskan kedua terompah'mu karena
sesungguh'nya engkau berada di lembah yang
suci“. (QS. Taha : 12).

Kita lihat bagaimana Firman Alloh yang
memerintah'kan Nabi Musa As untuk
melepas'kan kedua terompah'nya (sandal) pada
saat ingin menghadap Alloh SWT.
Berbeda pada saat Rosululloh SAW Isro mi’roj
menghadap Alloh SWT.

Setelah Baginda Rosul sampai di ‘arsy Ar
Rahman beliau tidak di perintah untuk melepas
sandal'nya,bukan berarti sandal'nya lebih mulia
dari seluruh makhluk...

(Jibril kok tidak bisa naik)

Tapi sandal Rosul SAW bisa sampai ke hadirat
Alloh ?
Hingga muncul satu syair:
“ Mana sih yang lebih mulia Malaikat Jibril atau
sandal Rosululloh SAW,kok sandal Rosululloh
SAW bisa sampai ke hadirat Alloh...?"

Tentu'nya (sangat lebih mulia) malaikat Jibril...
Sebab sandal hanya terbuat dari kulit kambing
yang tidak ada arti'nya,tapi masalah'nya di sini
adalah karena (sandal) tersebut terikat di kaki
Sayyidina Muhammad SAW…!
Ini adalah hukum taba’iyyah (yaitu
Bersamaan),tentu'nya pakaian Raosul SAW
yang di pakai beliau bukan berarti lebih mulia
dari semua makhluk,tapi hal itu di karenakan
hukum taba’iyyah yaitu terikat dengan Beliau
SAW.

Renungkan'lah wahai saudara-saudari'ku...
Kalau sandal yang terikat di kaki beliau bisa
sampai ke hadirat Alloh,terlebih lagi jiwa yang
cinta yang senantiasa terikat kepada Sayyidina
Muhammad SAW…!
Jiwa yang selalu merindu'kan beliau,jiwa yang
selalu mencintai dan selalu ingin bersama
beliau,jiwa yang meng'idolakan beliau lebih dari
makhluk yang lain...

Wahai saudara-saudari'ku...
Semoga dengan sebab terikat'nya jiwa kita
ber'idolakan Rosululloh SAW,kelak kita akan di
kumpul'kan oleh Alloh dengan Beliau...

Aamiin Allohumma Aamiin...
Shollu Alan Nabi Muhammad SAW...
ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَِﻴّﺪِﻧَﺎﻣُﺤَﻢٍﺩَّ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳﻴّﺪﻧﺎﻣُﺤَﻤَّﺪ

Tidak ada yang lebih perduli terhadap para pendosa dari manusia melebihi Nabiyyuna Muhammad Saw. (Alm.Habib Munzir)

Assalaamu'alaikum wr wb,
Sobat fillah ingatkah antum sa'at habibana
munzir menagis ditengah tausikhnya,

Saya coba tuliskan untuk sekedar menyegarkan
ingatan kita dan untuk menambah kecinta'an
kita kepada panutan agung Rasulullah saw.

Bismillah ,,,
Habibana berkata
"Orang yang paling mencintai Allah, Nabiyyuna
Muhammad Saw.Rahmatan Lil Alamin,
Muhammad Rasulullah.
Orang yang paling
tidak tega melihat umatnya padahal beliau
paling benci dengan dosa.

Kalau diseluruh
dunia ini manusia benci dengan dosa, yang
paling benci dengan dosa adalah Nabi Muhammad Saw.
Paling benci dengan maksiat
tapi beliau juga yang paling perduli kepada para pendosa.
Tidak ada yang lebih perduli
terhadap para pendosa dari manusia melebihi
Nabiyyuna Muhammad Saw.

Nanti dipadang mahsyar sa'at seluruh manusia
dikumpulkan untuk menunggu vonis dari Allah swt,
manusia berada dalam penderita'an yang
sangat hebat,tidak ada perlindungan selain perlindungan Allah swt,
Ketika umatnya berdatangan kepada sang nabi
dan mereka
dihalau dari Sang Nabi Saw, seraya berkata
“kenapa mereka dihalau?”, “ya Rasulullah
mereka berubah ,
berbuat dosa setelah kau
wafat”. Maka Rasul saw berkata “biarkan
mereka pergi..,kemanapun mereka mau pergi,
silahkan!! Celaka orang yang berubah setelah
aku wafat”.
Maka umatnya mencari syafa’at kepada Nabi
Adam, Nabi Musa, Nabi Ibrahim dan semua
Nabi menolak,
sa'at itu Allah swt sedang marah yang tidak
pernah marah sepeti itu sebelumnya dikarnakan
banyaknya dosa yg manusia perbuat,

(---- disini habibana terlihat mulai
menangis----)

Lalu ummat manusia Kembali lagi kepada Nabi
Muhammad saw dan
beliau tidak tega. Tadi beliau sudah mengusir
tapi ketika mereka kembali karena tertolak oleh
semua orang,
muncul sifat tidak tega beliau.
Beliau berkata Ana Lahaa (akulah yg akan
membantu masalah kalian) ini para pendosa,
tidak ada lagi yang mau membela di hadapan
Allah, tidak ayahnya, tidak ibunya, tidak
kekasihnya, tidak keluarganya”. Siapa berani
membela pendosa? bayarannya adalah api
neraka.
Maka Beliau saw pun datang Kehadirat Allah
dan bersujud “wahai Allah umatku. umatku..”,
Allah berikan syafa’at bagimu wahai
Muhammad, beri syafa’at orang yang akan kau
beri syafa’at.

(…………………hb munzir terdiam dan tangisnya
pecah badan beliau bergetar hebat,airmatanya
mengalir dan kehilangan kata kata………)

Tangis beliau membuat suasana menjadi
riuh,didepan beliau ratusan jama'ahnya juga
ikut menagis,
Ketakutan habibana kepada Allah swt dan
kecinta'an beliau kepada Rasulullah saw terlihat
jelas,,
Hadirin hadirat saya tidak perlu berpanjang
lebar atas kasih sayang Nabi Muhammad Saw
terhadap kita.
Nari kita Renungkan betapa indahnya
idola kita, budi pekertinya dan beliau itu
ciptaan Allah yang terindah.
Subhanallah