Jumat, 31 Januari 2014

MENGGAPAI KERINDUAN DENGAN KERINDUAN (Kisah Sayyidina Hasan & Husain Berlomba Berwudhu)

Suatu ketika, saat Sayyidina HASAN
dan Sayyidina HUSAIN (yang saat itu
masih anak-anak) melihat seorang
kakek yang sedang berwudhu
dengan cara yang salah. Muncullah
keinginan dari dua cucu Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam ini untuk
bisa mengingatkan orang tua
tersebut, agar amal ibadahnya benar
tanpa menyinggung perasaanya.
Kemudian Sayyidina Hasan
bersepakat dengan Sayyidina Husain
untuk berlomba berwudhu dan
menjadikan sang kakek sebagai juri
yang akan menilai kebenaran wudhu
mereka. Lomba berwudhupun
dimulai. Dan di akhir perlombaan
tersebut, sang kakekpun tersadar
bahwa wudhu Sayyidina Hasan dan
Husain lebih benar dan sempurna
dari wudhunya sendiri.
Ini adalah pelajaran dakwah dari
cucu Rasulullah Shollallahu ‘alayhi
wa sallam, dengan menyertakan
kemuliaan akhlak dan tatakrama
dalam mengingatkan orang lain
khususnya yang lebih tua.
Sahabatku, mengingatkan orang lain
artinya kita mengajak orang lain agar
bisa lebih baik dan benar, bukan
untuk menghukuminya sebagai yang
salah dan terhinakan. Melihat orang
lain dengan penuh kasih sayang dan
menghargainya adalah pancaran
ketulusan seorang penyeru kebaikan.
Dari situlah kejayaan dihadapan Allah
akan di peroleh. Pembelajaran ini
sangat tepat bagi Juru dakwah
termasuk didalamnya adalah Ustadz
dan Kyai.
Disaat seseorang menyampaikan
kebaikan haruslah ia melihat dirinya
sebagai yang membutuhkan pahala
dan penghargaan dari Allah dibalik
upaya dakwahnya sebelum melihat
kepada orang lain sebagai orang
yang mebutuhkan kepada ajakannya.
Makna “membutuhkan” inilah yang
menjadikan seseorang tidak kenal
putus asa dalam mengenalkan
kebaikan kepada orang lain. Hingga
ia senatiasa mengambil cara yang
paling indah agar ajakannya bisa
diterima oleh orang lain sebagai
perwujudan makna hikmah yang
diajarkan oleh Allah kepada
Rasulullah Shollallahu’alayhi wa
sallam yang sekaligus harus kita
ikuti.
Sahabatku, Sayyidina Hasan dan
Sayyidina Husain dalam usianya
yang masih amat dini ini sangat
paham makna hikmah berdakwah
karena mereka adalah cucu dari
sumber hikmah Rasulullah
Shollallahu’alayhi wa sallam. Beliau
berdua tidak ingin menyakiti hati
orang tua tersebut dengan “salah
menegur” saat sang kakek salah
didalam berwudhu. Maka dengan
ketulusan dan kerendahan hati,
mereka berperan sebagai orang yang
ingin benar didalam berwudhu
padahal sebenarnya mereka ingin
membenarkan wudhu orang lain.
Alangkah mulianya akhlakmu wahai
cucu Rasulullah Shollallahu’alayhi wa
sallam. Dan alangkah indahnya
siapapun yang ingin mengajak
kebaikan lalu mengajak dengan
penuh kasih dan ketawadhuan.
Sungguh dakwah bukanlah pamer
ilmu atau bangga akan sebuah gelar.
Akan tetapi dakwah harus berangkat
dari keindahan menuju keindahan
dan dengan cara yang indah.
Dan setelah itu, mari kita bercermin,
sadar diri dan mencermati diri dan
sekitar kita! Dimana hikmah dan
akhlak kita saat mengajak orang lain
kepada kebaikan? Bisakah menuai
hasil jika mulut dan lidah kita tidak
luput dari kalimat cacian dan
penghinaan terhadap orang yang kita
anggap salah?
Dimana kasih sayang dan kerinduan
kita untuk merindukan orang lain
kepada Allah SWT ? Jangan sampai
ajakan kita kepada Allah berubah
menjadi ajakan kepada diri sendiri
atau kelompok. Bisakah orang lain
rindu kepada Allah jika yang
mengajak bukanlah orang yang
merindukan Allah SWT ? Dari
kerinduan kepada Allah inilah akan
hadir ajakan yang dirindukan dan
penuh kasih untuk menghantarkan
hamba-hamba Allah kepada
kerinduan kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala..
Wallahu a’lam bisshowab
Oleh : Al-Mukarrom Buya Yahya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar